Padang - Polisi segera memeriksa 24 anggota DPRD Kota Payakumbuh menyusul kasus dugaan korupsi APBD 2003 sebesar Rp 1,6 miliar. Kemungkinan besar mereka akan ditahan untuk memudahkan pemeriksaan. Sebelumnya, polisi sudah menahan Ketua DPRD Kota Payakumbuh Chin Star.
”Kemungkinan besar ke-24 anggota DPRD Kota Payakumbuh tersebut akan ditahan untuk memudahkan proses pemeriksaan yang akan dilakukan secara marathon oleh Polda Sumatera Barat (Sumbar),” tegas Kepala Bidang Hubungan Polda Sumbar, Ajun Komisaris Besar Langgo Simalango mengutip pernyataan Kapolda Sumbar, Brigjen Herman Hidayat, Jumat (4/6) pagi ini.
Langgo Simalango menyatakan, selain 24 orang tersebut, pemeriksaan juga akan dilakukan pada Sekretaris Dewan dan Bendahara DPRD setempat. ”Namun, kami prioritaskan pemeriksaan pada anggota dewan dulu,” ujarnya.
Menurutnya, pihaknya sudah menahan Ketua DPRD Kota Payakumbuh Chin Star pada Rabu (2/6) lalu selama 20 hari untuk menjalani pemeriksaan intensif dalam kasus dugaan korupsi APBD 2003. Chin Star sendiri sejak ditahan sudah menjalani pemeriksaan pada Kamis (3/6) kemarin.
Dia mengatakan, penahanan tersebut dilakukan karena berdasarkan beberapa jawaban Chin Star terindikasi, DPRD Payakumbuh telah melakukan penyimpangan terhadap penyusunan APBD kota Payakumbuh Tahun 2003. APBD tersebut dibuat tidak berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 110 Tahun 2000.
Penyimpangan sebesar sebesar Rp1,6 miliar tersebut, menurut pengakuan Chin Star, sebesar Rp1 miliar digunakan untuk merenovasi kantor DPRD Payakumbuh dan sebesar Rp600 juta lagi untuk merenovasi rumah dinas wakil wali kota Payakumbuh.
Sementara itu, berdasarkan kesimpulan sementara dari hasil pemeriksaan ketua DPRD itu, menurut Langgo Simalango, DPRD setempat juga telah melakukan manipulasi kegiatan perjalanan dinas dewan, manipulasi kenaikan pangkat pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kota (Pemko) Payakumbuh dan mark up pembayaran rekening listrik dewan.
Kasus ini mencuat berdasarkan laporan beberapa anggota masyarakat Payakumbuh pada Polda dan Kejati Sumbar, beberapa bulan lalu. Mereka mengaku merasa gerah dengan anggaran yang terlalu besar untuk memperbaiki gedung dewan dan rumah dinas wakil wali kota tersebut.
Tdak Dipatuhi
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang, Saldi Isra SH, menilai DPRD-DPRD di Sumbar seharusnya mengikuti aturan PP No.110 Tahun 2000. Namun, selama ini yang terjadi, pihak dewan berusaha untuk tidak mematuhi dan bahkan tidak mematuhi aturan teknis tersebut. ”PP tersebut adalah pedoman penyusunan anggaran, harus dipatuhi dan tidak boleh diutak- atik,” katanya.
Meski, pada tahun 2002 DPRD Sumbar telah mengajukan Judicial Review pada Mahkamah Agung (MA) dan MA mengabulkan serta membatalkan PP 110 tersebut pada tahun 2003. Namun pemerintah tidak pernah mencabutnya. Secara hukum, itu berarti, PP tersebut masih berlaku dan harus dijadikan pedoman dalam penyusunan anggaran, tidak bisa dibantah.
Berdasarkan cacatan SH, kasus ini adalah kasus korupsi kolektif dewan yang ke-tiga di Sumbar. Setelah pada beberapa waktu lalu, 43 anggota DPRD Sumbar di vonis bersalah oleh Pengadilan Negeri setempat telah melakukan korupsi terhadap APBD Sumbar Tahun 2002 sebesar Rp5,9 miliar serta DPRD Kota Padang, yang masih menjalani persidangan, dalam kasus yang sama, dengan angka korupsi sebesar Rp10,4 miliar terhadap APBD Kota Padang Tahun 2002. (srn)
Sumber: Sinar Harapan (04 Juni 2004)