Kasus korupsi di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sejak Januari 2003 hingga Juni 2004 telah merugikan negara Rp 110 miliar lebih. Hal itu diungkap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, HM Prasetyo, SH di Makassar, Senin (26/7) pagi.
Ia menyatakan hal itu sehubungan dengan maraknya kasus korupsi di Provinsi Sulsel belakangan ini. Prasetyo mengungkapkan, dari kerugian negara tersebut, yang berhasil diselamatkan Rp 525.727.697, sedangkan sisanya yang masih dalam proses upaya hukum senilai Rp 451.584.047.
Lebih jauh diungkapkan, kasus Kredit Usaha Tani (KUT) di Sulsel menjadi penyebab kerugian negara terbesar, yakni sekitar 70 persen dari total kerugian kasus-kasus korupsi yang terjadi di Provinsi Sulsel. Hal itu disebabkan karena kasus KUT terjadi hampir di semua kabupaten di Sulsel.
Prasetyo menambahkan, jumlah kasus korupsi sejak Januari 2003 yang disidik Kejati Sulsel berjumlah 68 kasus. Sebanyak 31 kasus di antaranya, sudah diselesaikan pihak Kejati sehingga sisanya masih 37 kasus lagi. Sedangkan yang telah dilimpahkan ke pihak kepolisian tercatat 10 kasus. “Dari ke-31 kasus yang telah diselesaikan ditambah 10 kasus yang telah dilimpahkan itu, yang telah dieksekusi (berkekuatan hukum tetap) sebanyak empat kasus, kasus banding 10 kasus, kasasi 15 kasus, dan proses sidang 12 kasus," paparnya.
Kasus Mobil Dinas
Sementara kasus korupsi yang menonjol selain KUT, lanjutnya adalah pengadaan KM Taka Bonerate di Selayar, pengadaan mobil dinas di Pemerintah Kabupaten Jeneponto, PT Pelni Makassar, dan dana kompensasi BBM (bahan bakar minyak) di Kabupaten rang. ”Semua kasus tersebut masih sementara disidik,” katanya.
Menyoal trendnya kasus-kasus KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) disidik saat ini, ia mengatakan, pihaknya seringkali mengalami berbagai kendala dalam memproses hukum khusus menyangkut kasus korupsi. Pasalnya, saksi-saksi yang seharusnya memberikan keterangan, sering tidak hadir saat dipanggil. Kendala lainnya, pihak Kejati harus menunggu izin dari gubernur atau presiden terlebih dahulu sebelum memeriksa saksi. Itu pun terkadang membutuhkan waktu yang lama.
Tentang kendala dana, Prasetyo mengakuinya, dana dari pusat (kejaksaan agung) untuk mendukung pelaksanaan proses hukum khusus kasus korupsi, memang masih minim. Kendati demikian, pihaknya tidak akan surut mengusut kasus-kasus korupsi tersebut. (ani)
Sumber: sinarharapan.co.id (26 Juli 2004)